“Memalukan! Jokowi Dinobatkan Tokoh Terkorup Dunia Versi OCCRP”


Jakarta – Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) mengumumkan Presiden RI ke-7 Joko Widodo masuk ke dalam nominasi finalis tokoh Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi 2024.

Jokowi menjadi salah satu dari lima finalis lain yang paling banyak dipilih tahun ini. Keempat tokoh lain yang masuk ke dalam kategori itu ialah Presiden Kenya William Ruto, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, Mantan Perdana Menteri Bangladesh Hasina, dan Pengusaha dari India Gautam Adani.

“Kami meminta nominasi dari para pembaca, jurnalis, juri Person of the Year, dan pihak lain dalam jaringan global OCCRP,” demikian keterangan OCCRP di website resmi pada Selasa, 31 Desember 2024.

William Ruto memperoleh suara yang paling banyak dalam nominasi finalis tokoh Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi 2024. Lebih dari 40 ribu orang menulis surat untuk mencalonkan Presiden Kenya William Ruto sebagai “Tokoh Tahun Ini” dalam nominasi Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi.

Penerbit OCCRP Drew Sullivan menuturkan korupsi merupakan bagian mendasar dari upaya merebut kekuasaan negara dan menjadikan pemerintahan otokratis berkuasa.

“Pemerintah yang korup ini melanggar HAM, memanipulasi pemilu, menjarah sumber daya alam, dan pada akhirnya menciptakan konflik akibat ketidakstabilan yang melekat pada diri mereka. Satu-satunya masa depan mereka adalah keruntuhan yang kejam atau revolusi berdarah,” ujar Sulllivan.

Peradilan untuk Jokowi

Mahkamah Rakyat Luar Biasa menggelar People’s Tribunal atau Pengadilan Rakyat untuk mengadili pemerintahan Jokowi di Wisma Makara Universitas Indonesia UI, Depok, Jawa Barat pada Selasa, 25 Juni 2024. Gugatan yang mereka adili disebut sebagai sembilan dosa atau ‘Nawadosa’ rezim Jokowi.

Pertama gugatan soal perampasan ruang hidup dan penyingkiran masyarakat. Contohnya sejumlah kebijakan pemerintah, seperti proyek strategis nasional, Undang-undang Cipta Kerja, hilirisasi nikel, food estate sebagai kebijakan yang merugikan pada penggugat.

Kedua, soal kekerasan, persekusi, kriminalisasi, dan diskriminasi. Fadhil mencontohkan sejumlah kasus kekerasan yang sering terjadi dalam berbagai demonstrasi sipil.

Ketiga, politik impunitas dan kejahatan kemanusiaan. Selama periode pemerintahan Jokowi, kata Fadhil, pemerintah diduga tidak serius menuntaskan berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.

Keempat, Jokowi juga digugat soal komersialisasi, penyeragaman, dan penundukkan dalam sistem pendidikan nasional. Salah satu yang disoroti para penggugat adalah polemik mahalnya uang kuliah tunggal dan pemberlakuan status Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum yang disebut membuat biaya kuliah semakin tinggi.

Kelima, persoalan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta tindakan perlindungan terhadap koruptor. Fadhil menyoroti revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau UU KPK yang dilakukan di periode Jokowi. Selain itu, ada juga tudingan bahwa Jokowi telah menormalisasi praktek kolusi dan nepotisme selama Pilpres 2024.

Keenam, kata Fadhil, adalah soal eksploitasi sumber daya alam dan program solusi palsu untuk krisis iklim. Perizinan pertambangan dianggap tidak berjalan beriringan dengan pengetatan pengawasan perizinan berusaha, pemulihan, dan kemampuan negara untuk mendistribusikan keuntungan yang didapatkan kepada rakyat.

Ketujuh, politik perburuhan yang menindas. Fadhil mencontohkan pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang terjadi dalam periode Jokowi.

Kedelapan, pembajakan legislasi. Menurut Fadhil, dalam prakteknya Jokowi sebagai presiden tidak mengeluarkan peraturan untuk kepentingan publik.

Kesembilan, militerisme dan militerisasi. Menurut para penggugat, rezim Jokowi selama menjabat telah berupaya mengembalikan militer ke ruang-ruang sipil. Kuasa hukum memberi contoh revisi UU Aparatur Sipil Negara yang menyatakan jabatan ASN tertentu dapat diisi prajurit TNI dan anggota Polri.

sumber : tempo.co


“Nama Megawati Disebut, PDIP: Itu Spekulasi Tak Berdasar!”


Jakarta – Ketua DPP PDIP Said Abdullah menegaskan Ketua Umumnya Megawati Soekarnoputri sama sekali tak terkait dengan kasus eks caleg PDIP di 2019 yang saat ini masih buron KPK, Harun Masiku.

Pernyataan itu disampaikan Said merespons peluang KPK memanggil Ketua Umum Megawati Soekarnoputri usai Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto ditetapkan sebagai tersangka.

Said berharap agar publik tak berspekulasi lebih jauh dalam kasus tersebut.

“Kita juga tidak perlu berspekulasi bahwa KPK akan memanggil Ibu Ketua Umum. Apalagi sepanjang pengetahuan saya sebagai DPP Partai, kasus HM ini sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan Ibu Ketua Umum,” kata Said saat dihubungi, Sabtu (28/12).

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR ini menyoroti kasus Hasto yang saat ini dinilai kian melebar. Menurut dia, kasus tersebut saat ini terus dibentuk sedemikan rupa dan menjadi pengadilan opini.

Said berharap agar kasus yang menjerat Hasto diletakkan secara proporsional. Apalagi, kata dia, Hasto juga telah menegaskan bakal patuh terhadap proses hukumnya.

KPK Bakal Periksa Yasonna Laoly Lagi soal Kasus Suap Harun Masiku

“Mari kita letakkan hal ini secara proporsional. Mas Hasto sendiri juga sudah menyatakan bahwa akan patuh terhadap hukum. Dan hal itu telah dibuktikan oleh Mas Hasto selama ini, beliau senantiasa patuh tiap kali KPK melakukan pemanggilan,” katanya.

Said khawatir inkonsistensi hukum hanya akan membuat Indonesia kian jauh dari kesejahteraan ekonomi. Sebab, para investor tak akan mau menanamkan modalnya.

Dia menyoroti angka kelas ekonomi yang terus merosot dan kasus pemutusan hubungan kerja di mana-mana.

Menurut dia, pasar kini tengah menunggu arah kebijakan ekonomi pemerintah Presiden Prabowo. Said berharap suasana kondusif, dan kepastian hukum agar pemerintah bisa bekerja dengan baik.

Sebelumnya, KPK menetapkan status tersangka kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terkait dengan dugaan suap terhadap KPU bersama dengan Harun Masiku.

Hasto juga dicegah bepergian ke luar negeri selama 6 bulan bersama dengan petinggi PDIP lainnya, Yasonna Laoly yang juga mantan menkumham.

sumber : CNN Indonesia

MENOLAK LUPA!! “Misteri KM 50: Apakah Kebenaran Dikorbankan untuk Kepentingan Tertentu?”


JAKARTA – Insiden tragis di KM 50, yang menewaskan enam anggota Front Pembela Islam (FPI) pada 7 Desember 2020, masih menjadi luka mendalam bagi keluarga korban. Kasus ini terus menimbulkan pertanyaan dan harapan akan keadilan, terlebih kini di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Latar Belakang Insiden

Peristiwa di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek ini melibatkan penembakan terhadap enam anggota FPI oleh aparat kepolisian. Kejadian tersebut dilaporkan bermula dari pengejaran yang dikaitkan dengan dugaan aksi terorisme.

Namun, keluarga korban dan sejumlah pendukung FPI menegaskan bahwa insiden itu adalah pembunuhan yang tidak beralasan, bukan tindakan hukum yang sah.

Aspirasi Keluarga Korban

Sejak kejadian, keluarga korban terus berupaya mencari keadilan dan berharap Presiden Prabowo dapat memberikan perhatian lebih pada kasus ini. Mereka mendambakan transparansi penuh dalam proses penyelidikan dan penanganan para pelaku.

“Kami berharap Presiden Prabowo mendengarkan suara kami,” ujar Siti Aminah, salah satu anggota keluarga korban. “Kami ingin keadilan untuk anak-anak kami yang menjadi korban tindakan yang tidak masuk akal.”

Respon di Media Sosial

Kasus KM 50 menjadi salah satu isu yang ramai dibahas di media sosial. Banyak kritik dan kekecewaan publik terkait penanganan kasus ini:

@Juxxxan: “KM50 adalah bukti bahwa keadilan masih jauh dari jangkauan. Penyelidikan ulang harus dilakukan secara transparan.”

@Nxxxxxkmah: “Ini bukan sekadar kasus FPI, tapi soal hak asasi manusia yang harus ditegakkan.”

@Bxxxxara: “Presiden Prabowo, tunjukkan bahwa pemerintah ini benar-benar peduli pada keadilan. #JusticeForKM50”

@Rixxxxm: “Keluarga korban sudah cukup menderita. Saatnya pemerintah memberikan kejelasan yang adil.”

Sikap Pemerintah

Pihak kepolisian menjelaskan bahwa tindakan tersebut dilakukan dalam upaya melawan terorisme. Namun, keabsahan prosedur yang diambil masih menjadi pertanyaan banyak pihak.

Dengan komitmen Presiden Prabowo terhadap reformasi hukum, masyarakat berharap kasus ini mendapat perhatian yang lebih serius.

Dimensi Hukum dan Keadilan

Kasus KM 50 menyisakan tanda tanya besar terkait hak asasi manusia, penggunaan kekuatan oleh aparat, dan proses hukum yang adil.

Banyak pihak menyerukan adanya penyelidikan ulang yang melibatkan lembaga independen untuk memastikan objektivitas dan transparansi.

Dampak Sosial dan Politik

Insiden ini tidak hanya persoalan hukum, tetapi juga mencerminkan dinamika sosial dan politik di Indonesia.

Hal ini memperlihatkan ketegangan antara kelompok tertentu dengan pemerintah dan mendorong wacana reformasi dalam penegakan hukum serta kepolisian.

Kesimpulan

Tragedi KM 50 terus menjadi isu sensitif yang memengaruhi banyak pihak di Indonesia. Dengan kepemimpinan Presiden Prabowo, ada harapan bahwa penyelesaian kasus ini akan dilakukan dengan lebih adil dan menyeluruh.

Masyarakat menanti langkah konkret pemerintah untuk memastikan keadilan ditegakkan dan mencegah tragedi serupa terulang.

Dengan demikian, KM 50 tidak hanya menjadi bagian dari sejarah kelam tetapi juga simbol perjuangan untuk reformasi hukum di Indonesia

“Kenaikan PPN 12%: Menteri Keuangan Bicara, Rakyat Merana?”


Jakarta – Indonesia akan memasuki era baru dengan penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% mulai 1 Januari 2025. Kenaikan ini telah menjadi topik hangat dan kontroversial, terutama karena dampaknya yang dikhawatirkan terhadap daya beli masyarakat.

Pemerintah mengklaim bahwa kenaikan PPN ini diperlukan untuk mendukung anggaran negara, memperbaiki infrastruktur, dan meningkatkan layanan publik. Namun, kritik datang dari berbagai pihak yang mengkhawatirkan bahwa kenaikan ini bisa menekan konsumsi domestik dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Analis ekonomi menyatakan bahwa peningkatan PPN bisa mempengaruhi harga barang dan jasa secara signifikan, terutama pada sektor-sektor yang sensitif terhadap perubahan harga seperti makanan dan transportasi.

Ada kekhawatiran bahwa peningkatan biaya hidup ini akan mengurangi daya beli konsumen, terutama bagi kelompok menengah ke bawah. Studi menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga adalah kontributor terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, sehingga dampak negatif pada sektor ini dapat menjadi bumerang bagi pemerintah.

Di sisi lain, beberapa ahli ekonomi berpendapat bahwa jika penerapan PPN dilakukan dengan baik dan disertai dengan penggunaan yang transparan, kenaikan ini bisa meningkatkan efisiensi pengelolaan keuangan negara. Mereka menyarankan agar pemerintah memberikan insentif atau subsidi pada barang-barang pokok untuk melindungi daya beli masyarakat.

Ada juga diskusi mengenai kebutuhan untuk menyesuaikan kebijakan fiskal lainnya, seperti penurunan pajak untuk usaha kecil dan menengah (UKM) atau memberikan keringanan pada sektor-sektor strategis.

Sebagai contoh, pemerintah telah menjelaskan bahwa tarif PPN 12% ini akan diterapkan secara selektif, dengan fokus pada barang-barang mewah, namun detail implementasinya masih menjadi bahan perdebatan.

Pada saat yang sama, sektor bisnis juga menunjukkan kekhawatiran. Perusahaan-perusahaan besar mungkin mampu menyesuaikan operasional mereka, namun UKM dikhawatirkan akan kesulitan untuk menyerap biaya tambahan ini tanpa menaikkan harga jual produk mereka, yang pada akhirnya bisa menurunkan daya saing mereka di pasar.

Diskusi tentang PPN 12% ini menjadi semakin hangat saat kita melihat tren ekonomi global yang tidak stabil, dengan inflasi yang tinggi dan perang dagang yang terus berlanjut.

Bagaimana Indonesia akan menavigasi tantangan ini akan menjadi cerita yang menarik untuk diikuti pada tahun 2025?

sumber : Kompas.com, VOA Indonesia, dan CNBC Indonesia

“Rizieq Shihab Bersumpah Akan Bongkar Dalang di Balik KM 50?”


JAKARTA – Di malam hari yang gelap pada tanggal 7 Desember 2020, enam anggota Front Pembela Islam (FPI) kehilangan nyawa mereka di Kilometer 50 Tol Jakarta-Cikampek, dalam apa yang kemudian dikenal sebagai “Tragedi KM 50”.

Kasus ini, yang membawa banyak pertanyaan dan kontroversi, masih menjadi luka terbuka dalam hati banyak orang, terutama bagi keluarga dan pendukung FPI yang menginginkan keadilan dan kejelasan.

Peristiwa tersebut bermula dari kegiatan pengintaian dan pembuntutan terhadap Habib Rizieq Shihab, yang kala itu sedang dalam perjalanan. Versi resmi polisi menyatakan bahwa penembakan terjadi dalam rangka pertahanan diri setelah anggota FPI melakukan perlawanan.

Namun, banyak yang meragukan narasi ini, termasuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), yang menyebut tewasnya enam orang tersebut sebagai “unlawful killing” atau pembunuhan di luar hukum.

Salah satu pendapat datang dari masyarakat, dalam wawancara dengan media lokal, “Penembakan di KM 50 adalah sebuah tragedi yang seharusnya menjadi kasus studi tentang bagaimana penegak hukum berinteraksi dengan masyarakat. Ada banyak aspek yang perlu diperiksa lebih dalam, termasuk prosedur yang digunakan oleh polisi, keberadaan bukti forensik, dan alasan di balik tindakan yang diambil. Komnas HAM telah menyatakan bahwa ini adalah pelanggaran HAM, namun tanpa penyelidikan lebih lanjut dan transparansi, kita hanya akan berputar-putar dalam teori konspirasi”, ujarnya

Kemudian ada dari warga sekitar yang diwawancarai memberikan pendapat, “Sejak kejadian ini, saya merasa ada ketidakadilan yang terus terjadi. Kenapa kasus ini tidak ditangani dengan serius? Kami ingin tahu siapa yang bertanggung jawab, dan mengapa mereka tidak dihukum. Ini adalah tentang keadilan bagi yang tewas dan keluarga mereka yang masih menanggung duka”, ujar ibuk yang tidak mau disebutkan namanya itu.

“Ada implikasi politik yang sangat besar dari kasus ini. Saat ini, kepercayaan publik terhadap penegakan hukum sangat rendah. Jika pemerintah ingin memulihkan kepercayaan ini, kasus seperti KM 50 harus diusut tuntas. Tidak hanya soal hukum, tetapi juga soal moral dan etika kepemimpinan. Apa yang terjadi pada malam itu harus menjadi pelajaran bagi semua pihak”, ujar seorang analisis HAM

Kasus ini juga telah menimbulkan reaksi di media sosial, di mana banyak pengguna X mendesak pembukaan kembali penyelidikan dengan lebih mendalam. Mereka menekankan bahwa tanpa kejelasan, luka ini akan tetap terbuka dan mempengaruhi hubungan antara masyarakat dengan aparat penegak hukum.

Pemerintah hingga saat ini telah menghadapi kritik yang sengit terkait penanganan kasus ini. Namun, upaya konkret untuk membawa kasus ke pengadilan atau setidaknya menjelaskan kepada publik apa yang sebenarnya terjadi sangat minim. Meskipun dua polisi telah divonis bebas oleh Mahkamah Agung, banyak yang merasa bahwa keadilan belum ditegakkan.

Masyarakat, khususnya mereka yang dekat dengan FPI atau mendukung gerakan ini, terus mengadakan aksi untuk mengingatkan pemerintah akan kewajiban mereka mengungkap kebenaran. Demonstrasi dan doa bersama sering diadakan, dengan tuntutan yang sama: keadilan untuk enam jiwa yang hilang dalam malam yang gelap itu.

Tidak ada yang bisa membantah bahwa Tragedi KM 50 adalah salah satu noda terbesar dalam lembaran sejarah penegakan hukum di Indonesia. Dengan setiap hari yang berlalu tanpa jawaban yang memuaskan, makin banyak masyarakat yang kehilangan kepercayaan. Untuk memulihkan kepercayaan ini, pemerintah harus menunjukkan bahwa mereka serius dalam mencari kebenaran dan keadilan, bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dengan tindakan nyata.

Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya transparansi dan tanggung jawab dalam penegakan hukum. Hanya dengan demikian, Indonesia bisa bergerak maju sebagai negara hukum yang benar-benar adil bagi semua warganya.

“Pilkada Dikorupsi? Prabowo Usulkan Penghapusan Pemilihan Langsung!”


JAKARTA – Pada 12 Desember 2024, Presiden Prabowo Subianto mengajukan wacana untuk mengubah mekanisme pemilihan kepala daerah dari sistem pemilihan langsung oleh rakyat menjadi pemilihan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Dalam pidatonya saat memperingati HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul, Bogor, Prabowo menyampaikan bahwa pemilihan langsung membutuhkan biaya besar dan dianggap kurang efisien. Menurutnya, pemilihan kepala daerah seperti gubernur, bupati, dan wali kota oleh DPRD dapat mengurangi pengeluaran anggaran serta menghemat waktu, sehingga sumber daya dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain yang lebih mendesak bagi kepentingan nasional.

Namun, usulan ini menuai banyak kritik dari berbagai kalangan yang mengkhawatirkan berkurangnya prinsip demokrasi langsung, yang selama ini dianggap sebagai tonggak utama sistem pemerintahan. Pemilihan langsung oleh rakyat dipandang sebagai simbol kedaulatan rakyat dan sarana demokrasi yang transparan. Jika kepala daerah dipilih oleh DPRD, ada kekhawatiran kekuasaan akan terpusat pada elit politik, yang berpotensi tidak merepresentasikan aspirasi rakyat secara luas.

Salah satu kritik datang dari masyarakat, dalam wawancara dengan media lokal.

“Pemilihan langsung adalah hak dasar rakyat untuk memilih pemimpin mereka sendiri. Mengembalikan mandat itu ke DPRD bukan hanya langkah mundur, tapi juga membuka pintu bagi pemilihan yang lebih rawan manipulasi karena terbatasnya kontrol publik,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa biaya pemilu memang besar, tetapi efek jangka panjang dari demokrasi yang kuat jauh lebih berharga daripada penghematan sementara.

Tidak hanya dari kalangan akademisi, namun juga dari masyarakat yang mengekspresikan ketidaksetujuannya melalui berbagai platform media sosial. Misalnya, di X, ada banyak posting yang menunjukkan keprihatinan atas usulan ini.

Seorang pengguna dengan handle @RakyatBerdaulat menulis, “Kembali ke sistem pemilihan oleh DPRD? Ini seperti ingin mematikan suara rakyat. Efisiensi biaya tidak seharusnya menjadi alasan membungkam demokrasi kita.”

Selain itu, ada juga kekhawatiran mengenai potensi korupsi dan kolusi yang semakin besar jika pemilihan dilakukan oleh DPRD. Seorang aktivis anti-korupsi, dalam wawancara dengan stasiun televisi nasional, menyatakan, “Sistem ini bisa menjadi celah baru bagi praktik-praktik kotor. Bayangkan berapa banyak permainan politik yang bisa terjadi di balik pintu tertutup tanpa pengawasan masyarakat.”

Dari sisi hukum, beberapa peneliti konstitusi yang kami temui, mengkritik bahwa usulan ini tampaknya tidak mempertimbangkan konstitusi dengan baik. “Undang-Undang Dasar kita memang tidak eksplisit mengatur metode pemilihan kepala daerah, namun prinsip demokrasi langsung telah diakui dan dijalankan selama ini. Mengubahnya tanpa konsultasi luas adalah sesuatu yang patut dipertanyakan,” katanya.

Di samping itu, ada juga kritik dari segi keadilan geografis. Daerah-daerah terpencil atau yang kurang terwakili mungkin akan lebih terabaikan jika pemilihan kepala daerah hanya berdasarkan keputusan DPRD yang seringkali didominasi oleh kepentingan politik tertentu.

Seorang netizen di X dengan handle @PeduliDPRD menulis, “Kalau ini terjadi, suara dari daerah pedalaman dan kepulauan akan semakin tidak terdengar. Lagi pula, apakah efisiensi yang dimaksud benar-benar efisiensi atau hanya efisiensi bagi segelintir elit?”

Kritik ini juga didukung oleh beberapa kelompok masyarakat sipil yang menyatakan bahwa keputusan ini membutuhkan kajian mendalam, konsultasi publik yang luas, dan evaluasi dampak sosial yang signifikan. Mereka mendesak untuk adanya diskusi publik yang transparan dan inklusif sebelum ada perubahan sistem yang signifikan ini dilakukan.

Dengan berbagai alasan di atas, banyak yang menentang usulan Prabowo, menganggapnya sebagai langkah yang berpotensi merusak demokrasi dan keadilan di Indonesia.

Meskipun efisiensi biaya dan pengelolaan sumber daya adalah hal yang penting, tetapi tidak boleh dijadikan alasan untuk mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang sudah didirikan dengan perjuangan panjang.

Kritik-kritik ini mencerminkan kekhawatiran masyarakat luas terhadap arah demokrasi di Indonesia dan pentingnya menjaga sistem yang memberikan kekuasaan kepada rakyat untuk memilih pemimpin mereka sendiri.

“Era Baru Politik Korea Selatan: Harapan atau Ancaman Bagi Reformasi?”


JAKARTA– Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol secara resmi dimakzulkan oleh parlemen pada 14 Desember 2024. Langkah ini diambil setelah serangkaian kontroversi terkait dugaan pelanggaran konstitusi, termasuk tuduhan penyalahgunaan wewenang dan pengabaian tanggung jawab terhadap isu-isu nasional.

Proses pemakzulan ini mendapat dukungan hampir mutlak dari anggota parlemen, menandakan krisis politik yang serius di negara tersebut.

Demonstrasi besar-besaran juga terjadi di berbagai kota, terutama di Seoul, di mana ribuan orang berkumpul untuk mendukung langkah parlemen.

Menariknya, komunitas K-pop ikut berpartisipasi dalam aksi ini, dengan beberapa artis memberikan dukungan simbolis melalui aksi sosial, seperti membagikan makanan kepada demonstran.

Pemakzulan ini akan membawa negara ke pemilihan presiden mendatang, sementara fokus dunia tertuju pada bagaimana Korea Selatan menangani transisi politik yang sulit ini.

Isu utama yang melatarbelakangi pemakzulan ini adalah ketidakpuasan publik terhadap kebijakan Presiden Yoon yang dianggap gagal menangani isu-isu mendasar seperti pengangguran, biaya hidup yang meningkat, dan hubungan diplomatik yang memburuk dengan negara tetangga.

Kebijakan kontroversial terkait pendidikan dan kesehatan juga menjadi sorotan, memicu kritik dari berbagai lapisan masyarakat. Selain itu, muncul dugaan bahwa Yoon terlibat dalam skandal keuangan yang melibatkan beberapa pejabat tinggi di pemerintahannya.

Meskipun pemakzulan ini dianggap sebagai kemenangan demokrasi, beberapa analis politik memperingatkan bahwa langkah ini dapat memperburuk situasi politik di Korea Selatan.

Tanpa kepemimpinan yang kuat, negara ini berisiko menghadapi ketidakstabilan yang lebih besar, termasuk potensi krisis ekonomi dan sosial.

Namun, bagi sebagian besar masyarakat Korea, pemakzulan ini adalah bentuk perlawanan terhadap otoritarianisme dan simbol harapan untuk masa depan yang lebih baik.

Sementara itu, reaksi internasional terhadap pemakzulan ini juga beragam. Beberapa negara, seperti Amerika Serikat dan Jepang, menyatakan keprihatinannya terhadap stabilitas politik di Korea Selatan, mengingat pentingnya negara tersebut sebagai sekutu strategis di Asia Timur.

Di sisi lain, negara seperti China dan Korea Utara melihat situasi ini sebagai peluang untuk memperkuat posisi mereka di kawasan.

Ke depan, fokus utama adalah bagaimana pemerintahan sementara dapat menjaga kestabilan negara hingga pemilihan presiden berikutnya.

Banyak pihak berharap bahwa transisi ini akan berlangsung damai dan demokratis, tetapi tantangan besar masih mengintai di depan.

Dalam konteks yang lebih luas, pemakzulan ini menggarisbawahi pentingnya akuntabilitas dalam pemerintahan dan menjadi pelajaran berharga bagi negara-negara lain di dunia

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Mencapai 5% di Tahun 2024, Tantangan dan Prospek di Depan Mata


Jakarta, Indonesia – Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia telah merilis data yang menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2024 mencapai 5%, melampaui ekspektasi banyak analis ekonomi. Pertumbuhan ini didorong oleh sektor-sektor utama seperti manufaktur, pariwisata, dan ekspor komoditas, di mana ada peningkatan signifikan dalam permintaan baik domestik maupun internasional.

Namun, meskipun angka ini terlihat mengesankan, tantangan ekonomi masih melingkupi. Inflasi yang meningkat akibat kenaikan harga pangan global dan energi menjadi salah satu isu utama yang harus diatasi. Pemerintah telah menyatakan bahwa mereka akan terus memantau situasi ini dan siap untuk melakukan intervensi jika diperlukan, termasuk dengan memperkuat subsidi untuk bahan pokok dan energi, serta mengelola cadangan devisa untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Sektor bisnis juga menghadapi tantangan dengan adanya tekanan untuk meningkatkan daya saing. Beberapa perusahaan besar telah mengumumkan rencana ekspansi dan diversifikasi produk untuk menghindari ketergantungan pada satu jenis komoditas saja. Ada juga gerakan kuat untuk digitalisasi, terutama dalam sektor UMKM, di mana pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian memfasilitasi program-program yang memudahkan akses ke teknologi dan pembiayaan digital.

Investasi asing langsung (FDI) menunjukkan tren positif, dengan beberapa negara Asia dan Eropa menunjukkan minat yang lebih besar untuk berinvestasi di Indonesia, terutama di sektor infrastruktur dan energi terbarukan.

Namun, kenaikan suku bunga global telah membuat investasi ini lebih mahal, yang membutuhkan strategi keuangan yang lebih cermat dari pemerintah dan sektor swasta.

Di sisi lain, ada optimisme untuk pertumbuhan ekonomi di masa depan. Dengan adanya proyek infrastruktur besar seperti jaringan kereta cepat dan pengembangan kawasan ekonomi khusus, ada harapan bahwa ini akan membuka lebih banyak peluang kerja dan meningkatkan produktivitas nasional.

Selain itu, potensi dari industri hilirisasi bahan baku, terutama di sektor pertambangan dan kelautan, menjanjikan nilai tambah yang lebih tinggi.

Pemerintah juga sedang menyiapkan reformasi struktural untuk menghadapi era post-pandemi dan perubahan iklim ekonomi global. Ini termasuk penyederhanaan regulasi, peningkatan kualitas pendidikan dan keterampilan tenaga kerja, serta insentif pajak bagi industri yang berfokus pada inovasi dan keberlanjutan.

Dengan semua ini, ekonomi Indonesia berada dalam fase dinamis di mana setiap keputusan dan kebijakan akan sangat mempengaruhi lanskap bisnis dan kesejahteraan masyarakat. Tantangan seperti inflasi, kesenjangan ekonomi, dan ketidakpastian global tetap menjadi pekerjaan rumah yang harus diatasi dengan bijak untuk memastikan pertumbuhan yang

Jelang Natal 2024, Prabowo Resmikan Terowongan Silaturahim Masjid Istiqlal-Gereja Katedral


JAKARTA – Jelang perayaan Natal 2024, Presiden Prabowo Subianto meresmikan Terowongan Silaturahim Masjid Istiqlal-Gereja Katedral di Jakarta Pusat, Kamis (12/12/2024).

Prabowo Subianto mengatakan, terowongan ini merupakan suatu simbol kerukunan antar umat beragama yang menjadikan bangsa Indonesia memiliki ciri yang sangat unik dan membanggakan, yakni bangsa yang penuh perbedaan.

“Berbeda agama, suku, kelompok etnis, ras, bahasa daerah, adat istiadat tetapi bisa bersatu dan rukun karena memiliki cita-cita yang sama yaitu meraih masa depan yang bisa memberi kebahagian untuk seluruh rakyat Indonesia. Perbedaan tidak boleh menjadi sekat pemisah, perbedaan justru adalah kekayaan kita,” seru Prabowo.

Menurut dia, kemerdekaan Indonesia berhasil diraih berkat hasil perjuangan panjang selama ratusan tahun dari semua kelompok etnis dari berbagai agama. Sehingga, tidak ada mayoritas ataupun minoritas dalam pengabdian dan pengorbanan kepada negara dan bangsa.

“Mari kita teruskan jaga kerukunan dan kemesraan di antara kita. Tidak ada yang lebih penting daripada perdamaian. Hanya dengan perdamaian kita bisa meraih kesejahteraan dan menjadi negara yang makmur,” tegas Prabowo.

Pembangunan Terowongan Silahturahmi Masjid Istiqlal-Gereja Katedral mulai dilakukan pada 2020 dan selesai 2021, dengan anggaran sebesar Rp 38,9 miliar. Terowongan ini berlokasi dibawah Jalan Katedral sepanjang 28,3 meter dengan tinggi 3 meter dan lebar 4,1 meter.

Galeri Diorama

Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo yang hadir mendampingi Prabowo mengatakan, keberadaan Terowongan Silahturahim ini bertujuan untuk memudahkan akses jemaah antar bangunan ibadah. Juga untuk memenuhi kebutuhan ruang parkir hingga dapat menampung 800-1.000 kendaraan tanpa mengganggu arus lalu lintas.

“Harapannya ke depan jemaah Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral dapat memanfaatkan bersama dan memeliharanya dengan baik serta semakin mempererat kerukunan dan toleransi antar umat beragama di Indonesia. Di dalam terowongan juga terdapat galeri diorama yang menceritakan hubungan toleransi antar umat beragama di Tanah Air,” tuturnya.

sumber : Maulandy Rizky Bayu K

Viral Video Pengunjung Ribut gara-gara Merekam Adegan Film di Bioskop, Bagaimana Aturannya?


JAKARTA – Seorang podcaster bernama Akbarry Noor terlibat keributan dengan seorang seorang wanita di sebuah bioskop di daerah Jakarta Pusat. Kejadian keributan itu direkam oleh Akbarry dan videonya diunggah di akun Instagram pribadinya, @akbarry pada Selasa (10/12/2024).

Dalam video tersebut, Akbarry cekcok dengan seorang wanita yang ia sebut kedapatan merekam adegan film di bioskop melalui ponselnya.

Wanita tersebut mengamuk karena tak terima ditegur oleh Akbarry soal tindakannya merekam adegan film di bioskop.

Wanita itu mengaku bahwa ia hanya merekam sedikit adegan film yang ditontonnya dan menurutnya hal itu diperbolehkan.

“Merekam adegan film di bioskop boleh apa enggak?” tanya Akbarry ke wanita tersebut.

“Boleh, kenapa? Kecuali itu (merekamnya) dari awal sampai akhir,” jawab si wanita tersebut.

Keributan semakin memanas karena si wanita merasa tindakannya melakukan perekaman adegan film di bioskop tak salah dan melanggar hukum.

Kemudian, Akbarry mengajak wanita itu keluar dari studio bioskop untuk bertemu dengan pihak pengelola. Namun, wanita itu semakin mengamuk hingga berteriak histeris. Hal itu pada akhirnya membuat pegawai bioskop menghampiri dan mencoba menengahi.

Kepada salah satu pegawai bioskop, Akbarry mengadukan soal wanita tersebut yang merekam adegan film di bioskop. Tak mau mengakui, wanita itu menyebut Akbarry telah menuduhnya tanpa bukti.

Ia juga mempertanyakan dasar hukum larangan merekam adegan film di bioskop.

Setelah itu, wanita tersebut disebut Akbarry meludahinya.

Merekam adegan film di bioskop dilarang

Terkait merekam adegan film yang diputar di bioskop, sebenarnya ini dilarang dan ada undang-undangnya.

Dikutip dari Ahli Hukum Indonesia, merekam adegan film di bioskop untuk diunggah di media sosial atau alasan apa pun merupakan pelanggaran hukum sehingga bisa dikenakan sanksi pidana.

Merekam adegan film di bioskop secara ilegal termasuk dalam tindakan pembajakan serta melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) mengenai penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya. Seseorang yang melanggar ketentuan pasal tersebut bisa dipidana dengan Pasal 113 ayat (3) dan ayat (4) UU Hak Cipta.

“Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah),” demikian bunyi Pasal 113 ayat (3).

“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah),” bunyi Pasal 113 ayat (4).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipastikan bahwa merekam film di bioskop itu dilarang karena merupakan tindakan ilegal dan dapat dihukum dengan pidana penjara atau denda.

Sumber : Abdul Haris Maulana, kompas.com